LAHAT – Di tengah kehidupan masyarakat, masih banyak terjadi salah pemahaman terkait perbedaan fungsi dan tanggung jawab antara BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Jasa Raharja. Tidak jarang, ketika terjadi musibah atau kecelakaan, masyarakat bingung hendak mengajukan bantuan ke lembaga mana, hingga menimbulkan anggapan keliru bahwa ketiga lembaga tersebut dapat menanggung semua bentuk kejadian tanpa syarat.
Melihat fenomena ini, Anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi sektor kesehatan dan ketenagakerjaan, Ir. Sri Meliyana, memberikan penjelasan langsung sebagai bentuk edukasi publik. Ia juga merupakan Ketua TP PKK Kabupaten Lahat yang selama ini aktif mendorong literasi kesehatan dan perlindungan sosial bagi masyarakat. Jumat (26/12/2025).
Sri Meliyana menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan hanya menanggung biaya pengobatan peserta yang sakit sesuai prosedur layanan yang berlaku. Artinya, program ini berjalan untuk meringankan beban masyarakat pada kondisi medis biasa, bukan untuk kecelakaan kerja ataupun kecelakaan lalu lintas. Jika seorang peserta jatuh sakit dan membutuhkan tindakan medis, maka selama mengikuti aturan rujukan dan administrasi yang benar, BPJS Kesehatan dapat digunakan.
Berbeda dengan itu, BPJS Ketenagakerjaan bekerja secara khusus untuk menjamin kecelakaan yang dialami pekerja, baik di tempat kerja maupun dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya. Namun perlindungan ini tidak bersifat otomatis. Ada standar keselamatan dan aturan berkendara yang wajib dipenuhi peserta. Bila terjadi kecelakaan, tetapi pekerja tidak memakai helm, tidak memiliki SIM, tidak membawa STNK, atau melakukan pelanggaran lalu lintas, maka klaim dapat ditolak karena tidak sesuai ketentuan jaminan kecelakaan kerja.
Hal yang hampir serupa juga berlaku pada Jasa Raharja yang memberikan perlindungan bagi korban kecelakaan lalu lintas. Lembaga ini bertugas menanggung biaya kecelakaan yang sah secara hukum, yaitu kecelakaan yang tidak disebabkan oleh pelanggaran aturan berkendara. Jika seseorang mengalami kecelakaan namun tidak mematuhi aturan keselamatan, maka tanggungan tidak dapat diberikan dan biaya kemungkinan akan beralih menjadi tanggung jawab pribadi.
Dari penjelasan ini, Sri Meliyana mengingatkan bahwa ada konsekuensi logis yang harus dipahami masyarakat. Ketika tidak memenuhi ketentuan dari ketiga lembaga tersebut, maka seluruh pembiayaan pengobatan akan menjadi tanggungan pribadi. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak hanya mendaftar sebagai peserta program jaminan, tetapi juga memahami hak dan kewajiban yang melekat di dalamnya.
Menurutnya, edukasi ini penting agar masyarakat tidak kecewa ketika mengalami kejadian darurat. “Pemahaman regulasi ini bukan untuk mempersulit masyarakat, tetapi untuk melindungi. Hak akan didapat ketika kewajiban dijalankan. Ketika prosedur dipatuhi, negara hadir membantu,” ungkap Sri Meliyana dalam keterangannya.
Langkah edukasi ini diharapkan menjadi pintu kesadaran bersama, agar masyarakat semakin taat aturan, memahami regulasi, dan mampu menentukan tindakan yang benar ketika menghadapi situasi medis atau kecelakaan. Ketika ketiga lembaga ini dipahami sesuai porsinya, maka manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal, dan tidak ada lagi kesalahpahaman mengenai siapa menanggung apa.
Melalui penjelasan ini, Ir. Sri Meliyana membuka ruang bahwa pemahaman regulasi bukan hanya sekadar informasi administratif, tetapi bagian dari upaya membangun masyarakat yang sadar hak, paham kewajiban, dan terlindungi oleh negara secara proporsional dan tepat sasaran. Dengan kata lain, jaminan sosial bukan sekadar program, melainkan tanggung jawab yang harus dipahami bersama untuk kebaikan dan keselamatan semua pihak.









