Hati yang Tulus
Suara rintik hujan yang berlangsung sejak semalam membuat atap rumah Mutiara bocor. Rumah tua yang penuh kenangan sederhana dan jauh dari kemewahan. Perabot dan isi yang alakadarnya serta dinding yang telah memudar warnanya. Rumah yang hampir seusia ibunya itu kini usang termakan usia. Mutiara adalah anak perempuan yang cantik dan baik hati. Ia tinggal bersama ibu dan kakaknya, sedangkan ayahnya sudah meninggal sejak ia masih kecil. Mutiara dan kakaknya diajarkan untuk selalu berbuat baik, tekun, sopan, dan peduli terhadap sesama. Pukul 04.30 wib Mutiara terbangun dari tempat tidurnya. Ketika ia hendak keluar kamar, ia melihat tetesan air hujan yang menetes dari atap rumahnya.
“Yah, bocor lagi,” ucap Mutiara.
“Nanti akan ibu perbaiki ya nak, tetapi sekarang kamu bersiap untuk sholat subuh dulu ya,” ucap ibunya.
“Baik bu,” jawabnya sambil berlalu menuju kamar mandi.
Selesai sholat, Mutiara bergegas mengambil kain pel dan segera mengepel lantai rumahnya yang basah. Ketika ia sedang mengepel, ibunya datang menghampirinya.
“Ayo nak bersiap dulu untuk berangkat ke sekolah, nanti biar ibu saja yang melanjutkannya,” ucap ibunya dengan nada lembut.
“Baik bu, saya akan bersiap-siap dulu,” jawab Mutiara.
“Sarapan dan bekalmu sudah ibu siapkan di atas meja ya nak,” ujar ibunya.
Kemudian setelah bersiap, Mutiara berpamitan dengan ibunya yang sedang melanjutkan mengepel lantai rumah yang basah karena bocor. Ibu Mutiara adalah sosok ibu yang sangat lembut dan penyayang. Ibunya menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal dunia. Ibunya bekerja sebagai pedagang yang menjual nasi uduk dan gorengan di depan rumahnya.
“Mutiara berangkat sekolah dulu ya bu. Assalamu’alaikum,” pamit Mutiara sembari menyalami tangan ibunya.
“Wa’alaikumsalam, hati-hati di jalan ya nak,” ucap ibunya.
“Baik bu,” jawab Mutiara dengan sopan.
***
Mutiara berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki sambil berdendang riang. Ia memiliki sifat yang periang sehingga ia banyak disukai teman-temannya. Mutiara sekolah di SD Negeri 13 Lahat dan sekarang duduk di kelas V. Tidak terasa tibalah ia di depan pintu gerbang sekolahnya. Kemudian bel pun berbunyi, ibu guru menyiapkan barisan sebelum masuk ke ruangan kelas. Hari ini adalah jadwal Mutiara yang memimpin barisan. Kegiatan ini rutin dilaksanakan di sekolahnya.
“Mutiara hari ini giliran kamu yang memimpin barisan, setelah itu langsung masuk ke dalam kelas ya!” perintah bu guru.
“Baik bu guru,” ucapnya sambil menyiapkan barisan.
Berjalannya waktu, tidak terasa bel istirahat pun berbunyi. Mutiara dan teman- temannya merapikan buku dan pena sebelum ia pergi ke kantin sekolah. Tiba-tiba Mutiara melihat temannya yang bernama Sari sedang duduk menyendiri di bawah pohon mangga samping kelasnya. Sari adalah teman sekelasnya yang sangat pendiam dan pemalu, sehingga ia tidak memiliki banyak teman.
“Hai Sari, apakah saya boleh duduk di sini?” tanya Mutiara dengan nada pelan sambil membawa kotak bekal makanan.
“Boleh,” ucap Sari sambil menunduk.
“Saya membawa lemang buatan ibuku. Kamu membawa makanan apa Sari?” tanya Mutiara.
“Saya hanya membawa singkong rebus saja Mutiara,” jawab Sari dengan malu.
“Wah, singkong rebus buatan ibumu pasti istimewa dan enak, bolehkah saya mencicipi singkong rebusmu?” tanya Mutiara dengan riang.
“Boleh,” jawab Sari sambil tersenyum kecil.
Mereka makan bersama. Mutiara jadi tahu kenapa Sari sering menyendiri saat istirahat. Tapi baginya, singkong atau lemang tidak penting, yang penting adalah hati yang baik. Setelah makan kemudian mereka kembali masuk ke kelas untuk melanjutkan pelajaran.
***
Tiba-tiba bel pun berbunyi tanda pulang sekolah. Mutiara dan Sari serta teman-temannya bersiap untuk pulang. Setiap pulang sekolah, Mutiara selalu membantu ibunya berjualan gorengan di depan rumahnya. Sambil berjalan menuju rumah, Mutiara bertemu Sari di pinggir jalan.
“Mutiara pulang sekolah ini kita main yuk,” ajak Sari.
“Maaf Sari, pulang sekolah ini saya ingin membantu ibu saya berjualan dan membuat makanan untuk besok,” jawab Mutiara.
“Oh baiklah, tapi bolehkah saya main ke rumahmu nanti?” tanya Sari.
“Boleh, tapi kamu harus izin ibumu dulu ya,” ucapnya sambil tersenyum.
“Siap!” jawab Sari senang.
***
Hari sudah semakin gelap, saatnya Mutiara dan kakaknya serta ibunya hendak beristirahat. Tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras. Mutiara dan kakaknya bergegas menyiapkan ember untuk menampung air hujan yang menetes dari atap rumah yang bocor. Kemudian ia menuju ke kamarnya untuk mengambil celengan yang ditabungnya setiap hari.
Mutiara menemui ibunya yang sedang duduk termenung menatapi tetesan air hujan yang membasahi lantai rumah. Ia memberikan tabungan tersebut kepada ibunya.
“Bu, ini ada sedikit uang untuk memperbaiki atap rumah supaya tidak bocor lagi,” ucap Mutiara perlahan.
“Jangan nak, uang tabungan itu untuk keperluan sekolahmu,” jawab ibunya dengan nada sendu.
“Tidak apa-apa bu, nanti saya akan berusaha untuk menabung lagi,” ucap Mutiara dengan tersenyum.
“Terima kasih nak,” ujar ibunya dengan mata yang berkaca-kaca sambil memeluk Mutiara dengan erat.
Hari ini adalah hari Minggu jadi Mutiara tidak bersekolah. Pagi yang cerah menyinari seisi rumahnya. Hujan semalam yang sangat deras membuat lantai rumahnya banjir. Tukang bangunan datang untuk memperbaiki atap.
Mutiara dan kakaknya membersihkan lantai yang basah karena hujan semalam. Tiba-tiba, datang kabar dari tetangga. Rumah Sari Kebakaran! Mutiara terkejut dan menangis mendengar kabar bahwa sahabatnya yang bernama Sari mendapat musibah. Ia langsung minta izin kepada Ibunya untuk pergi ke rumah Sari. Sebelum pergi, Mutiara mengambil separuh lagi dari uang tabungannya.
“Bu, bolehkah saya membantu Sari? Kasihan, rumahnya terbakar,” tanya Mutiara. Ibu hanya mengangguk sambil memeluk Mutiara lagi.
Sesampainya di rumah Sari, Mutiara melihat Sari dan keluarganya duduk di luar. Rumah mereka hangus dan tinggal puing-puing. Tanpa banyak bicara, Mutiara memberikan uang tabungannya kepada Sari. Sari terdiam, lalu menangis sambil memeluk Mutiara.
***
Hari Senin, Sari datang ke sekolah. Baju dan sepatunya tidak seperti biasa. Tapi ia tetap tersenyum. Saat melihat Mutiara, ia melambaikan tangan. Mutiara tersenyum balik.
Hujan mungkin turun lagi. Tapi hati yang tulus seperti Mutiara selalu bisa membawa pelangi di hati siapa pun.
Selesai
Tentang Penulis
Vania Fitri Utami merupakan siswi kelas V dari SD Negeri 13 Lahat. Juara 1 FLS3N jenjang SD kategori Menulis Cerita tingkat Kabupaten Lahat dan Juara 2 FLS3N Jenjang SD kategori Menulis Cerita tingkat Provinsi Sumatera-Selatan.