wartabianglala.com, Lahat – Taman Pasar Lama di Kabupaten Lahat, yang pernah diwacanakan menjadi pusat kuliner, kini terbengkalai tanpa arah yang jelas. Alih-alih membiarkan ruang ini menjadi lahan mati, mengapa tidak kita hidupkan kembali dengan menjadikannya sebagai Taman Literasi—sebuah ruang publik yang tidak hanya menjadi pusat baca, tetapi juga menjadi episentrum intelektualitas dan kebudayaan masyarakat Lahat?
Gagasan menjadikan Taman Pasar Lama sebagai Taman Literasi bukanlah sekadar mengumpulkan buku dalam ruang terbuka. Lebih dari itu, ini adalah upaya membangun ekosistem literasi yang hidup—dimana masyarakat dapat membaca, berdiskusi, menulis, bahkan melahirkan karya. Konsep ini telah berhasil diterapkan di berbagai kota besar, salah satunya adalah Taman Literasi Martha Christina Tiahahu di Blok M, Jakarta.
Taman Literasi Martha Christina Tiahahu bukan hanya tempat membaca, tetapi juga menjadi ruang interaksi kreatif dengan fasilitas ruang baca yang nyaman, kafe literasi, dan ruang diskusi. Konsep ini sangat relevan untuk Lahat, yang memiliki banyak penulis, jurnalis, dan akademisi yang butuh ruang untuk berinteraksi dan berkarya. Mengapa kita tidak berkiblat pada keberhasilan taman ini dan mengadaptasinya sesuai dengan kebutuhan lokal kita?
Sebagian pihak mungkin mengkhawatirkan bahwa keberadaan Taman Literasi akan menjadi pesaing bagi Dinas Perpustakaan. Padahal, justru sebaliknya, Taman Literasi dapat menjadi bagian dari Dinas Perpustakaan sebagai aset yang memperkuat budaya literasi di Kabupaten Lahat.
Saat ini, banyak perpustakaan daerah yang masih berkonsep konvensional—terbatas pada peminjaman buku dan kegiatan administratif. Taman Literasi bisa menjadi wajah baru yang lebih interaktif dan menarik bagi masyarakat. Jika dikelola dengan baik, ini bisa menjadi daya tarik wisata edukatif, tempat bagi komunitas literasi, ruang bagi diskusi budaya, dan laboratorium kreatif bagi anak muda.
Dengan demikian, Taman Literasi bukanlah kompetitor bagi perpustakaan, tetapi justru pelengkap yang memperluas jangkauan literasi hingga ke ruang publik yang lebih luas.
Sejarah telah menunjukkan bahwa peradaban yang maju selalu bertumpu pada budaya literasi yang kuat. Salah satu contoh terbaik adalah peradaban Andalusia pada masa keemasan Islam. Kota-kota seperti Cordoba, Granada, dan Sevilla menjadi pusat keilmuan dunia karena memiliki perpustakaan-perpustakaan besar, tempat para ilmuwan, sastrawan, dan filsuf berkumpul untuk bertukar gagasan.
Bayangkan jika Lahat bisa menjadi miniatur dari semangat keilmuan Andalusia, di mana Taman Literasi menjadi magnet intelektual yang menginspirasi generasi muda untuk membaca, berdiskusi, dan menciptakan peradaban baru. Kita tidak sedang bermimpi terlalu tinggi, kita hanya ingin memulai langkah kecil untuk perubahan besar.
Mengubah Taman Pasar Lama menjadi Taman Literasi adalah langkah strategis untuk membangun ekosistem literasi yang lebih dinamis di Kabupaten Lahat. Dengan berkiblat pada keberhasilan Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, kita bisa menciptakan ruang publik yang lebih bermanfaat, yang tidak hanya menjadi tempat baca, tetapi juga pusat kreativitas dan diskusi intelektual.
Taman Literasi bukan pesaing perpustakaan, tetapi mitra yang akan memperkuat budaya baca dan menulis di tengah masyarakat. Dan jika kita belajar dari sejarah Andalusia, kita tahu bahwa peradaban yang besar selalu dimulai dari budaya literasi yang kuat.
Maka, mengapa kita tidak memulainya dari sini, dari Lahat?
Lahat, 14 Maret 2025
Penulis: Aan Kunchay, seorang jurnalis yang suka berbuka puasa dengan yang manis-manis.