LAHAT, wartabianglala.com – Aktivitas “ngihok”, istilah lokal bagi warga Kelurahan Pasar Bawah untuk penggalian manual di dasar sungai, mendadak ramai dilakukan setelah ditemukannya sejumlah benda berharga di aliran Sungai Lematang. Warga setempat menemukan koin kuno, butiran emas, cincin kecil, serta barang-barang antik yang diduga berasal dari era kolonial Belanda.
Salah seorang warga, Arifin (51), mengaku berhasil mendapatkan koin logam dan emas seberat sekitar 6,58 gram dari lokasi tersebut. Sebagian emas itu bahkan telah ia jual secara eceran kepada warga sekitar dengan total mencapai Rp3,75 juta.
“Kami hanya menunggu saja, kalau ada kolektor yang berminat, ya kami jual. Bagi kami tidak ada gunanya, tapi mungkin bagi orang lain bisa jadi barang koleksi,” ujar Arifin.
Fenomena ini pun menarik perhatian warga lainnya, yang kemudian berbondong-bondong ikut melakukan pencarian secara gotong royong di bantaran Sungai Lematang. Selain emas, beberapa warga juga menemukan koin-koin lama yang masih memiliki ukiran jelas.
Jejak Sejarah di Pinggiran Sungai Lematang
Pengamat sejarah Lahat, Irfan Litarto, menuturkan bahwa kawasan Pasar Bawah memang menyimpan nilai historis tinggi sejak masa kolonial. Menurutnya, area tersebut dulunya merupakan pelabuhan penting bagi jalur perairan kolonial yang menghubungkan wilayah uluan Palembang.
“Sejak Kesultanan Palembang runtuh tahun 1821, daerah uluan ini menjadi bagian dari jajahan Belanda. Pada 1830-an, Belanda mulai membangun benteng pertahanan di pinggiran Sungai Lematang, termasuk di wilayah yang kini dikenal sebagai Jembatan Benteng,” jelas Irfan.
Ia menambahkan, keberadaan benteng itu memicu berkembangnya pemukiman kolonial di sekitar sungai, termasuk rumah-rumah bergaya Indis yang kini menjadi kawasan padat penduduk di pusat Kota Lahat.
“Benteng tersebut resmi berdiri sekitar tahun 1850-an. Banyak pertempuran terjadi antara Belanda dan pejuang lokal, meninggalkan berbagai artefak seperti koin, senjata, hingga barang berharga yang kini tertimbun di endapan sungai,” ungkapnya.
Irfan menegaskan, temuan-temuan tersebut tidak berkaitan dengan era Kerajaan Sriwijaya, melainkan lebih erat dengan periode pendudukan Belanda antara tahun 1830 hingga 1930-an.
(Yar)