wartabianglala.com, Lahat – Sebuah kisah rumit yang menyisakan luka dan teka-teki kini menyelimuti Desa Padang Masat, Kecamatan Mulak Ulu, Kabupaten Lahat. Di tengah gelombang tuntutan pencopotan kepala desa, mencuat cerita lain yang jauh lebih pelik—soal pemerasan, jebakan, dan skenario yang diduga telah dirancang rapi.
Adalah Afrizal Muslim, anggota keluarga dari Kepala Desa Padang Masat, Fer, yang mencoba membuka tabir yang menurutnya selama ini sengaja ditutupi. Dengan nada tenang namun tegas, ia mengungkap bahwa keluarganya telah melaporkan tiga orang yang diduga kuat terlibat dalam pemerasan terhadap Kades Fer ke Polres Lahat.
“Ini bukan sekadar soal nama baik, tapi soal harga diri dan upaya mencemarkan reputasi dengan cara-cara kotor,” ujar Afrizal. Kamis (10/07/2025).
Tiga nama mencuat dalam laporan itu: Sap, seorang oknum wartawan dari media online di Lahat, serta dua rekannya, Bam dan Her. Lebih jauh lagi, Afrizal juga menyebut sosok perempuan misterius berinisial Ra, yang diduga turut memainkan peran penting dalam drama ini.
Semua bermula pada 2024 silam. Salah satu dari terlapor, Bam, disebut memberikan nomor kontak Kades Padang Masat kepada Ra. Tak lama, Ra mulai menghubungi sang kades, dan percakapan demi percakapan itu mengarah pada sebuah pertemuan.
Ra dan Kades Fer akhirnya sepakat bertemu di sebuah hotel di Kota Lahat. Namun, yang terjadi sesampainya Fer di area parkir hotel menjadi titik balik yang tidak disangka-sangka—Ra langsung merekam kedatangan Fer dengan kamera ponselnya.
“Dalam video itu tidak ada tindakan asusila atau hal negatif lainnya. Tapi bayangkan jika video itu disebar tanpa konteks yang jelas. Reputasi bisa hancur dalam sekejap,” terang Afrizal, menahan emosi.
Video itulah yang kemudian dijadikan senjata. Sap, Bam, dan Her, kata Afrizal, menggunakan rekaman tersebut untuk menekan Kades Fer. Jika tidak diberikan sejumlah uang, mereka mengancam akan mempublikasikannya.
Dalam keterangannya, Afrizal menyebut bahwa uang yang berhasil diperas oleh ketiga pelaku mencapai Rp 45 juta, yang diberikan dalam tiga tahap. Bahkan menjelang Idul Adha, para pelaku sempat kembali meminta uang sebesar Rp 20 juta. Namun, kali ini Kades Fer menolak.
Tak terima dengan penolakan itu, para pelaku akhirnya menyebarkan video tersebut ke publik.
Tak lama setelah video menyebar, di hari ini masyarakat Desa Padang Masat menggelar aksi demonstrasi di Pemkab Lahat. Mereka menuntut agar Fer dicopot dari jabatannya sebagai kepala desa.
Namun, menurut Afrizal, demo itu tak murni suara rakyat. Ia menduga, aksi tersebut sengaja diskenariokan untuk membelokkan perhatian publik dari dugaan pemerasan yang tengah dilaporkan ke aparat hukum.
“Kami punya alasan kuat bahwa ini bukan aksi spontan. Ada skenario besar, dan bisa jadi mereka menggandeng pihak-pihak yang punya kepentingan politik, termasuk lawan politik Fer saat Pilkades lalu,” tambahnya.
Kasus ini kini dalam penanganan Polres Lahat. Pihak keluarga berharap, hukum bisa menyingkap kebenaran di balik cerita yang sarat manipulasi ini.
Bagi keluarga Fer, ini bukan hanya perjuangan membela nama baik, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap praktik-praktik tak beretika yang mencederai profesi jurnalis dan nilai demokrasi lokal.
“Jika benar ada jurnalis yang terlibat, maka ini bukan hanya soal hukum. Ini soal moral. Karena tugas jurnalis adalah mengungkap kebenaran, bukan menjadikan informasi sebagai alat pemerasan,” tutup Afrizal dengan nada getir.